Sabtu, 29 April 2017

Sego Buceng

TUMPENG atau BUCENG
NASI BIASA YANG TAK BIASA
Akhirnya jadi juga… Tulisan ini saya persembahkan kepada Anda sekalian sebagai persembahan budaya yang masih butuh penambahan disana-sini dari Anda supaya sempurna. Semoga tulisan ini menyadarkan kita semua bahwa dibalik sesuatu yang maujud (nyata oleh mata) ada makna esensial yang tersimpan dan memancarkan kekuatan batin berupa doa.
Sudah berapa lama kita mengenal tumpeng atau buceng? Berapa banyak variasi tumpeng dan buceng yang kita pernah lihat dalam acara-acara adat dan nasional? Dan berapa besar rasa penasaran kita terhadap apa itu tumpeng atau buceng itu?
Tak dapat diketahui pasti sejak kapan tumpeng mengawali eksistensinya. Yang pasti tumpeng adalah salah satu perangkat sesaji yang cawis (tersaji, Bahasa Jawa) untuk keperluan selamatan alias upacara doa. Ada sebagian orang Jawa yang membuat
kerata basa (singkatan kata, Bahasa jawa) bahwa tumpeng itu singkatan dari menute ben mempeng (keluarnya terus menerus, Bahasa Jawa) yang dikaitkan dengan keluarnya rejeki dan barokah Allah SWT yang terus-menerus mengucur pada manusia. Sedangkan buceng di-keratabasa sebagai sebute sing kenceng (doanya yang giat, Bahasa Jawa). Ada juga yang beranggapan tumpeng jika nasi kerucut tersebut ukurannya besar, sedangkan buceng jika kerucutnya kecil.
Tumpeng adalah nasi, baik nasi beras biasa maupun nasi ketan, yang dipadatkan menjadi bentuk kerucut. Ukuran kerucut itu bervariasi tergantung kebutuhan dan kemampuan pembuat atau yang berhajat. Konon semakin besar bentuk tumpeng, semakin baik. Nasi putih atau ketan putih adalah standar awal tumpeng. Dipilihnya bentuk kerucut juga bukan tanpa maksud. Bentuk kerucut membedakan tumpeng dengan ambeng. Ambeng adalah nasi yang tidak dibentuk kerucut alias rata-rata saja atau diceta bentuk lain. Proses pembuatan tumpeng dahulu dan sekarang berbeda. Dahulu nasi yang dikaron dimasukkan dan dipadatkan kedalam kukusan kebudia dimasak dan keluar dalam wujud tumpeng. Sedangkan sekarang tumpeng adalah nasi biasa yang dicetak kedalam cetakan setelah dimasak. Sebuah hal kecil yang apabila dikupas akan menghasilkan filosofi hidup yang berbeda pula.
Tumpeng sendiri mesti dilengkapi dengan piranti-piranti lain tergantung pula dengan tujuan doa tersebut. Yang baku, sayur-mayur (tertentu) dan lauk (tertentu) disajikan bersamanya. Komponen tumpeng semua ada makna doanya, yang akan dibahas dalam tulisan ini secara sederhana.
Menjulang bagai gunung yang utuh belum memelus, tumpeng adalah pusat doa, pusat semesta, penyeimbang dunia. Tumpeng dinisbahkan kepada manusia yang didoakan, sebagai gunung di bumi dan juga sebagai kehidupan ini sendiri. Manusia yang didoakan diharapkan menjadi orang yang kehidupannya menanjak naik, berpusat pada puncak kesuksesan lahir dan batin mulus tanpa liku-liku seperti mulusnya tumpeng berpuncak lancip. Diartikan pula sebagai gunung di daratan yang fungsinya adalah sebagai pasak bumi, menyeimbangkan pergerakan tanah dan batuan; jika kita kaikan dengan wayang, gunung(an) merupakan lambang kemakmuran karena daerah sekitar gunung pasti makmur walaupun resiko kena letusannya juga lebih besar.
Tumpeng juga perumpamaan kehidupan jiwa yang menanjak naik, mencapai kesadaran ilahi yang berpucak pada ma’rifat
ullah. Ketika tumpeng telah diiris puncaknya maka hidup ini diresmikan start-nya. Puncak kehidupan inilah tujuan kita, keikhlasan batin adalah hal yang utama. Selain itu, puncak tumpeng tidak akan pernah diberikan kepada orang yang tidak penting, pucuk kecil itu selalu dipersembahkan kepada orang yang (dianggap) spesial diantara semuanya.
Di sekitar tumpeng kita jumpai banyak sekali lauk-pauk dan sayuran rebus plus bumbu-bumbunya. Selain sebagai lauk, satu per satu diterjemahkan ke dalam doa juga.
Iwak pitik (ayam)
Ayam adalah lambang dari jiwa manusia yang sedang didoakan tersebut. Diharapkan object doa (yang dihajatkan) menjadi jiwa yang hidup dan berkarya. Bagian ayam yang utama adalah kepala, kaki dan sayap yang melambangkan baiknya kata-kata dan perilaku manusia.
Endhog pitik (telur ayam)
Telur adalah isyarat bahwa ada potensi yang harus selalu dikembangkan dari si object doa. Tidak boleh hanya diam sebagai telur, harus bisa mewujud menjadi ayam. Awalnya telur ini disajikan beserta kulitnya sebagai perlambang kesatuan wadah dan isi (badan dan jiwa) dan proses dari lahir sampai kemudian menjadi (sebelum makan harus dikupas dulu kaan…). Telur tidak selalu disajikan utuh; kadang dibelah dua namun kulit masih beserta. Dibelah tidaknya telur ini tergantung dari keperluan doa.
Iwak (ikan)
Iwak atau ikan melambangkan hewan air. Ikan lele, ikan yang hidupnya di dasar sungai, adalah pilihan utama karena selain mudah didapat di telatah tanah Jawa, dia juga melambangkan sifat andhap asor (merendah, Bahasa Jawa) yang sangat disarankan dalam budaya Jawa. Sikap andhap asor ini bukan berarti kita membiarkan dihina orang, ini adalah sikap hidup yang mengedepankan kelembutan dan kerendahhatian disertai ketulusan yang bisa membuat jiwa manusia menjadi subur untuk nilai-nilai kebajikan. Ada juga yang melengkapinya dengan ikan asin (gerih pethek atau gerih layur) yang melambangkan gotong royong, seperti kita ketahui ikan laut kecil itu biasanya hidup berkelompok. Sang object doa diingatkan tentang hidup bermsyarakat, senantiasa menjaga kerukunan dengan sesama. Insya Allah, amin…
Bayem (sayur bayam)
Sesuai dengan guru lagunya (suara terakhir) bayem yem yem, maka bayem ini melambangkan ayem tentrem. Doa kedamaian hati.
Kangkung (sayur kangkung)
Anda pasti tahu kangkung adalah tanaman yang dapat hidup di darat maupun di air. Manusia diharapkan bisa beradaptasi dimanapun dia berada. Bukannya disuruh menjadi Deni Manusia Ikan, tapi manusia bisa mempraktikkan “dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”. Di Jakarta kek, di Bandung kek, di Surabaya kah, di Singapore or di Afsel… harus bisa menjadi jiwa yang hidup!!!
Capar/cambah (toge)
Lambang potensi hidup manfaat yang akan terus menerus berkembang hingga menjadi tunas, pohon, berbunga, berbuah dan menyebarkan manfaat kepada semesta. Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya bagi sesama. Ayo berlomba-lomba menebarkan manfaat.
Kenikir (daun kenikir)
Kenikir kir kir… Selalulah berpikir. Berpikir tentang alam semesta sebagai ciptaan dan anugerahnya bagi kita semua, Sudara.
Godhong lembayung (daun lembayung, daun kacang panjang)
Lembayung, yung, yung… Mari kita
nyengkunyung, mendukung bersama-sama pekerjaan ini supaya segera beressss… Berjamaah melakukan sesuatu.
Kacang lanjaran (kacang panjang)
Konon kabarnya kacang panjang sebagai komponen tumpeng tidak boleh dipotong-potong. Lanjaran berarti panjang merambat tak terputus. Jangan dipotong-potong, biar rejekinya tak terputus. Amin. Ja
ngan lupa, kacang panjang ini juga perwujudan dari kerunutan dan panjangnya berpikir, tak tergesa memutuskan sesuatu. Serta, manusia tidak akan keluar dari lanjaran (jalurnya), tidak keluar dari rel sebagai manusia. Dulu kacangnya direbus saja, sekarang seiring dengan berkembangnya kreativitas pemasak tumpeng, kacang panjang dijadikan hiasan yang dipilin, dikepang, merambat menaiki tumpeng atau mengitarinya. Cantik…
Kluwih (buah timbul)
Sebagian dari kita mungkin bingung mana ya buah kluwih ini? Buah berbentuk bulat, dengan kulit lancip-lancip tapi tidak tajam berwarna hijau. Pohonnya hampir sama dengan pohon buah sukun. Di Jawa orang biasanya memasaknya sebagai sayur lodeh atau dikeringkan santannya. Kluwih wih wih, dadia wong kang linuwih. Jadilah orang yang lebih: lebih baik, lebih bijak, lebih kaya, lebih sukses, lebih cantik, lebih ini, lebih itu dalam kerangka positif dan manfaat bagi semesta.
Samir godhong gedhang (alas daun pisang)
Alas tumpeng semestinya adalah daun pisang. Daun pisang disini mewakili kompenen pisang beserta pohonnya. Pohon pisang hanya hidup sekali dan pasti berbuah sebelum akhirnya mati mengering atau ditebang. Maka hidup sekali ini, alangkah baiknya jika manusia benar-benar optimal menjalankan kehiduan hingga akhirnya ditebang setelah berbuah – mempersembahkan manfaat bagi semesta.
Ok, sekarang kita beralih ke jenis-jenis tumpeng sesuai fungsi upacara doa. Jenis-jenis yang saya sampaikan ini hanya beberapa yang bisa saya dapatkan dari nara sumber dan karena keterbatasan saya maka saya tidak mampu memberikan sebanyak yang saya terima dari para pinisepuh yang saya jadikan nara sumber. Masih ada jenis lain yang bermacam-macam.
1. Tumpeng Putih
Ini adalah tumpeng yang dilengkapi dengan urapan dibumbui tidak pedas. Jenis sayuran harus ganjil (7, 9 atau 11 jenis) ditata mengelilingi tumpeng. Lauk-pauk standar tersebut diatas adalah standar minimal.
2. Tumpeng Robyong
Tumpeng ini puncaknya diberi telur rebus tak dikupas, diatas telur ditaruh terasi bakar, bawang merah utuh dan paling atas adalah cabe merah besar. Disekeliling tumpeng ditancapkan berbagai sayuran berbumbu yang ditusuki seperti sate. Tumpeng ini disebut robyong sebagai perlambang bahwa agar banyak orang mengeelilingi dan menyukai orang yang didoakan tersebut. Tumpeng ini dipasang untuk hajatan mantu, khitanan yang sifatnya berbagi kebahagiaan.
3. Tumpeng Robyong Gundhul
Ujung tumpeng ini diberi seperti tusukan Tumpeng Robyong namun tumpengnya sendiri tidak diberi sayuran. Biasanya dibuat kembar dua tumpeng; yang satu ditancapi telur, yang lain tidak ditancapi telur hanya disyarati dengan ayam hidup. Ayam hidup ini nanti diberikan kepada yang memimpin doa.
4. Tumpeng Megana
Tumpeng ini dalamnya dibuang kemudian lubang tersbut diisi dengan sayuran yang telah dibumbu megana. Disekeliling tumpeng diberi urapan bumbu megana, ikan asin (gereh) dan bumbunya harus pedas. Tumpeng ini dipasang ketika sedang memperingati weton (hari kelahiran versi Jawa).
5. Tumpeng Urubing Damar
Wah, yang ini khusus buat Ratu laut Selatan rupanya… tumpengnya kecil saja, puncaknya diberi colok (lampu) dari batang bambu yang ujungnya diberi kapas dan dinyalakan. Duh, Nyai… makan tumpeng lauk api he he he…
6. Tumpeng Dhuplak
Tumpeng ini puncaknya dipencet lalu diletakkan telur diatasnya, telur rebus. Diberi urapan standar disekeliling tumpeng dan lauk standar ditambah dengan tempe
, tahu dimasak. Tumpeng ini untuk keperluan sesaji.
7. Tumpeng Kendhit
Tumpeng putih yang tengahnya diberi kendhit (ikat pinggang) yang terbuat dari parutan kunyit. Kendhit ini maksudnya adalah sabuk kuning di pinggang tumpeng. Ada juga yang kendhitnya berwarna hitam.
8. Tumpeng Panggang
Tumpeng biasa, hanya ditambah ayam ingkung (ayam utuh bakar bumbu Jawa tradisional)
9. Rumpeng Ropoh
Tumpeng putih yang dialasi pisang raja dan pisang pulut 2 sisir. Tak ketinggalan bebunga juga disertakan. Tumpeng ini juga untuk keperluan sesaji.
10. Tumpeng Kuning
Ini tumpeng yang bahannya nasi kuning. Boleh dibuat berasa gurih atau tidak. Lauk standar, hanya saja telurnya dibelah dua.
11. Tumpeng Bango Tulak
Tumpeng ini dwi warna, Sudara-Sudara. Atasnya putih, bawahnya hitam. Gunanya untuk sesaji tulak bala. Hitam dikalahkan oleh putih, gitu maksudnya.
12. Tumpeng Nila
Tumpeng ini warnanya nila (biru).
13. Tumpeng Gundhul
Tumpeng ini sesuai namanya tidak disediakan bersama lauk dan sayur. Gundul saja gitu… tumpeng ini sebagai pelengkap doa orang yang pikirannya sedang semrawut. Jadi pikirannya perlu digunduli ha ha ha…
14. Tumpeng Kencana
Tumpeng ini dibuat dari nasi ketan, lauknya telur dadar yang ditutupkan pada sayuran urap yang disajikan di sekeliling tumpeng. Lauk lain tidak disediakan di sekeliling tupeng.
15. Tumpeng Pungkur
Tumpeng ini dipakai oleh orang Jawa yang mengadakan selamat kematina (surtanah). Warnanya putih, dibelah dua (secara vertikal) kemudian diletakkan saling membelakangi (tidak disatukan menjadi bentuk tumpeng lagi). Lauknya seperti tumpeng biasa. Melambangkan kehidupan yang telah terbelah antara jiwa dan raga.
16. Buceng Kuwat
Tumpeng ini terbuat dari beras ketan. Tidak ada lauk yang disediakan. Namun ada kelapa parut yang dimasak dengan gula merah sehingga rasanya manis, sejenis dengan enten-enten untuk isi kue dadar gulung. Buceng kuat ini dijadikan pelengkap ketika oranga sedang berdoa supaya dia dan keluarga seger waras kuat slamet (segar-bugar, kuat dan selamat).
17. Tumpeng Yuswa
Sebuah tumpeng besar yang dikelilingi dengan tumpeng-tumpeng kecil. Yuswa berarti umur atau usia, sehingga jumlah tumpeng-tumpeng kecil yang mengelilingi tumpeng besar tersebut disesuaikan dengan usia Sri Sultan yang dihitung dengan tarikh Jawa. Tumpeng Yuswa digunakan dalam upacara Tingalan Dalem (ulang tahun Sri Sultan). Makin tua, makin boros he he he…
18. Tumpeng dll, saya udah kehabisan stok he he he…
Cara penyajian tumpeng juga telah bergeser dari pakemnya (kayak wayang aja ya…). Dahulu tumpeng selalu disajikan pada wadah bundar yang melambangkan orbit yang selalu berbentuk lingkaran (atau elips sejatinya) dan tumpeng sebagai pusatnya dikelilingi oleh berbagai pelengkap lainnya. Sekarang filosofi ini mungkin telah digeser oleh fungsi kreativitas dan keindahan sehingga bisa saja tumpeng diletakkan di wadah segitiga atau segi lainnya selain lingkaran.
Dulu, tidak sembarang orang mendapat ijin untuk memasak tumpeng. Bahkan tumpeng tidak dimasak setiap saat. Memasak tumpeng pun diawali dengan doa: jaman dulu disertai dengan membakar dupa sesuai kapercayaan nenek moyang dahulu. Sekarang cukup dengan keikhlasan dan bacaan Basmalah, Insya Allah doa dalam komponen tumpeng ini diijabah oleh Allah SWT. Amin.
Kabula kajate… (semoga hajatnya terkabul, Bahasa Jawa – ekspresi yang diucapkan tamu undangan upacara doa sembari menyalami pengundang sebelum mereka meninggalkan rumah pengundang dengan menenteng berkat berupa makanan yang dibagi-bagi rata dari tumpeng di tampah.)
Terima kasih kepada sumber info:
Ibuku sayang
Pakpuh Bandi
Majalah Panjebar Semangat